STUDI TENTANG KEBUDAYAAN
PENDAHULUAN
Kemajemukan adalah hal yang sangat umum dalam dunia. Baik dalam aspek suku, bahasa, budaya dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:
يأيها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنثى وجعلناكم شعوبا وقبائل لتعارفوا إن أكرمكم عند الله أتقكم إن الله عليم خبير (الحجرات: 13)
“Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan dan Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (Q.S. Al Hujurat (49): 13)[1]
Ayat di atas memberi pengertian pada kita, bahwasanya tak ada yang sama dalam ciptaan-Nya. Hal ini tidak menjadikan alasan kepada manusia untuk terpecah-pecah. Karena ayat di atas juga memberi penjelasan kepada manusia bahwa dengan adanya perbedaan tersebut, akan menjadikan manusia untuk saling mengenal satu sama lain dan juga memberi sumbangan dalam bentuk kebudayaan. Karena kemajemukan masyarakat (bangsa) menimbulkan majemuknya kebudayaan.
Dalam makalah ini, penulis akan memaparkan masyarakat dalam aspek budaya; yang mencakup proses terjadinya budaya, sifat-sifatnya dan juga sedikit penjelasan tentang masyarakat.
PEMBAHASAN
Masyarakat
sebelum penulis membahas kebudayaan sebagai hasil dari masyarakat, maka ada baiknya kita mempelajari sedikit tantang masyarakat. apa yang disebut masyarakat itu?
Pengertian masyarakat
dalam bahasa inggris, masyarakat diartikaan sebagai community[2].akan tetapi, apabila diterjemahkan dalam bahasa
di dalam buku Dr. M Quraish Shihab, M.A. yang berjudul Wawasan Alqur’an, Masyarakat adalah kumpulan dari sekian banyak individu -kecil atau besar- yang terikat oleh satuan, adat, ritus atau hukum khas dan hidup bersama[3].
banyak para sosiolog yang mendefinisikan masyarakat dengan berbagai argumennya. akan tetapi, pendapat Dr. M Quraish Shihab, M.A. cukup mewakili beberapa pendapat tersebut, karena pendapat beliau telah mencakup pendapat para sosiolog.
masyarakat, yang notabenenya sebagai kumpulan dari berbagai individu, tak lepas dari suatu kegiatan atau kebiasaan yang berlangsung dalam masyarakat tersebut. apabila kebiasaan ini berlangsung lama, maka akan membentuk suatu budaya, karena budaya adalah man’s experience (pengalaman manusia)[4].
berikut penulis jelaskan permasalahan tentang kebudayaan.
Budaya
dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal kebudayaan. juga dalam kehidupan sehari-hari, orang tak mungkin tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan. setiap hari orang melihat, mempergunakan dan bahkan kadang-kadang merusak kebudayaan. Namun apakah yang disebut kebudayaan tadi?
Di dalam buku karangan Milville J. Kerskovits menyatakan bahwa ada lebih dari seratus enam puluh definisi tentang kebudayaan. Yang demikian itu pada hakikatnya berarti bahwa tidak ada suatu definisi yang oleh umum dianggap tepat untuk merumuskan apa yang dimaksud dengan kebudayaan.
Dalam pengertian umum, istilah kebudayaan sering diartikan dengan kesenian, terutama kesenian suara dan tari. Akan tetapi, kalau istilah kebudayaan diartikan menurut ilmu-ilmu pengetahuan kemasyarakatan, maka kesenian merupakan salah satu bagian saja dari kebudayaan[5].
Pengertian budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa
Berikut adalah definisi tentang kebudayaan yang dikemukakan oleh para pakar kebudayaan:
Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat[7].
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat[8].
Dengan uraian sebagai berikut:
Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan (material culture) yang diperlukan masyarakat untuk menguasai alam di sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan pada keperluan masyarakat.
Rasa yang meliputi jiwa manusia mewujudkan segala norma-norma dan nilai-nilai kemasyarakatan yang perlu mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas. Di dalamnya termasuk misalnya saja agama, ideologi, kebatinan, kesenian dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi dari jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat.
Selanjutnya, cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir dari orang-orang yang hidup bermasyarakat yang mengahasilkan filsafat serta ilmu-ilmu pengetahuan, baik yang berwujud teori murni, maupun yang telah disusun untuk diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat[9].
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Milville J. Kerskovits, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan yang dibuat oleh manusia (Culture is the man made part of environment)[10].
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Proses terjadinya budaya
Bertitik tolak dari definisi budaya di atas, dapat dipahami bahwa budaya muncul karena adanya renaissance dari masyarakat. dengan adanya renaissance tadi, masyarakat yang mencapai taraf pemikir dan pencerah akan mempunyai suatu kebiasaan yang dapat menjadikan kebudayaan karena budaya lahir disebabkan continuenya suatu kebiasaan masyarakat.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Milville J. Kerskovits dalam artikelnya yang berjudul “The Reality of Culture”:
“Those who would comprehend the essential nature of culture must resolve a series of seeming paradoxes, which may be stated here as follows:
1. Culture is universal in man’s experience, yet each local or regional manifestasion of it is unique ………………..”[11]
Pernyataan Milville J. Kerskovits di atas menguatkan pernyataan penulis; bahwa budaya muncul karena kebiasaan atau pengalaman (man’s experience).
unsur-unsur kebudayaan
kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai kesatuan. misalnya dalam kebudayaan
dalam memasukkan unsur-unsur yang terkandung dalam budaya, banyak sekali para pakar yang mengungkapkan pendapat; seperti:
Milville J. Kerskovits berpendapat bahwa unsur-unsur yang terkandung dalam budaya adalah:
- technological equipment (alat-alat teknologi)
- economic system (system ekonomi)
- family (keluarga)
- political control (kekuasaan politik)[13]
Adapun Malinowski mengajukan pendapat, bahwa unsur-unsur pokoknya adalah:
- the normative system (system norma-norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat agar dapat menguasai alam sekitarnya)
- economic organization (organisasi ekonomi)
- mechanism and agencies of education (alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas pendidikan; keluarga adalah lembaga pendidikan yang utama)
- the organization of force (organisasi kekuasaan)
masing-masing unsur tersebut, untuk kepentingan ilimiah diklasifikasikan ke dalam unsur-unsur pokok atau besar kebudayaan, yang lazim disebut cultural universals. istilah ini menunjuk pada setiap kebudayaan manapun di dunia ini. para antropolog yang membahas hal ini, belum semuanya sependapat. seorang antropolog yang bernama C. Kluckhohn dalam sebuah karyanya yang berjudul Universal Categories of Culture[14] telah menguraikan ulasan para sarjana mengenai hal itu. inti dari pendapat-pendapat para sarjana itu menunjuk pada adanya tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universals, yaitu:
- peralatan dan perlengkapan hidup manusia (teknologi)
Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan. Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
- mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi
Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:
- berburu dan meramu
- beternak
- bercocok tanam di ladang
- menangkap ikan
- sistem kemasyarakatan
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya.
Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
- bahasa (lisan maupun tertulis)
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
- kesenian (seni rupa, seni suara dan sebagainya)
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
- sistem pengetahuan
Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:
- pengetahuan tentang alam
- pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya
- pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia
- pengetahuan tentang ruang dan waktu
- religi (sistem kepercayaan; jadi di sini, kepercayaan dimasukkan dalam kategori kebudayaan).
Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut:
... sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati[15].
Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti "10 Firman" dalam agama Kristen atau "5 rukun Islam" dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga mempengaruhi kesenian.
macam agama telah kita ketahui, akan tetapi di sini, penulis menambahi dua kepercayaan lagi yang terkategorikan sebagai agama, yaitu agama tradisional dan American dreams.
Agama tradisional, atau terkadang disebut sebagai "agama nenek moyang", dianut oleh sebagian suku pedalaman di
American Dream, atau "mimpi orang Amerika" dalam bahasa
Sifat Hakikat kebudayaan
walaupun setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang sering berbeda satu dengan lainnya, namun setiap kebuidayaan mempunyai sifat hakikat yang berlaku umum bagi semua kebudayaan di manapun juga. sifat hakikat kebudayaan tadi adalah:
- kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia
- kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya satu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan berakhirnya usia generasi yang bersangkutan
- kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
- kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan yang diizinkan.
Wujud dan komponen budaya
Wujud
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
- Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
- Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
- Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Komponen
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:
- Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
- Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional[19].
Perubahan sosial budaya
Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak dengan kebudayaan asing.
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.
- tekanan kerja dalam masyarakat
- keefektifan komunikasi
- perubahan lingkungan alam[20]
Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.
Penetrasi kebudayaan
Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara:
Penetrasi damai (penetration pasifique)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis. Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli
Penetrasi kekerasan (penetration violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke
[1] Dr. M Quraish Shihab, M.A. Wawasan Al-Quran, (Mizan: Bandung, 1998), cet. ke VII, hlm. 332
[2] Cohen, Anthony P.,The Symbolic Construction of Community, (New York: Routledge, 1985)
[3] Dr. M Quraish Shihab, M.A., Loc. Cit. hlm. 319
[4] Alfred A. Knopf,
[5] Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964) cet ke I, hlm. 113
[6] http://www.wikipedia.org, dikutip dari Kroeber, A. L. and C. Kluckhohn, Culture: A Critical Review of Concepts and Definitions, (Cambridge: Peabody Museum, 1952)
[7] Tylor, E.B., Primitive Culture: Researches into the Development of Mythology, Philosophy, Religion, Art, and Custom, (New York: Gordon Press, 1974), cet pertama pada th. 1871
[8] Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Op. Cit. hlm. 114
[9] Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Op. Cit. hlm. 114
[10] Melville J. Herskovits, Cultural Anthropology, (New York: t.p. 1955)
[11] Melville J. Herskovits, “The Reality of Culture”
[12] Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di
[13] Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Loc. Cit. hlm. 115
[14] dmiuat dalam majalah Anthropology to day, A.L. Kroeber ed., (Chicago: University Press, 1953), hlm. 507-523
[15] Reese, W.L. 1980. Dictionary of Philosophy and Religion: Eastern and Western Thought, page. 488
[16] Boritt, Gabor
[17] Ronald Reagan. "Final Radio Address to the Nation".
[19] http://www.wikipedia.org. dikutip dari Kroeber, A. L. and C. Kluckhohn, Culture: A Critical Review of Concepts and Definitions, (Cambridge: Peabody Museum, 1952)
[20] O'Neil, D. 2006. "Processes of Change".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Don't forget to leave a few of comments