SASTRA ARAB PRA ISLAM
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam diskusi tentang kesusastraan Islam, “sastra jahiliyah”[1] hampir tak pernah luput dari pembicaraan. Berdasarkan studi komparatif antara sastra Arab pada periode jahiliyah dan periode-periode setelah munculnya islam akan dapat ditarik kesimpulan mengenai peran islam yang begitu besar dalam perubahan sosio-kultural bangsa arab. Kita akan menyaksikan bagaimana sebuah bangsa yang sekian lama terjerembab dalam paganisme[2] dan dekadensi moral yang demikian parah dapat diselamatkan oleh Islam menuju kehidupan yang penuh petunjuk dan kemuliaan.
Sastra, yang notabenenya sebagai hasil dari kebudayaan, maka ia berhubungan erat dengan kebudayaan itu sendiri. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa
Allah SWT telah berfirman:
يأيها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنثى وجعلناكم شعوبا وقبائل لتعارفوا إن أكرمكم عند الله أتقكم إن الله عليم خبير (الحجرات: 13)
“Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan dan Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (Q.S. Al Hujurat (49): 13)[4]
Ayat di atas, memberi pengertian, bahwasanya manusia diciptakan dalam bentuk, suku, dan bangsa-bangsa yang berbeda. Lalu mengapa kebudayaan dikaitkan dengan bangsa atau suku? Karena kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat[5]. Kebudayaan juga muncul karena karena kebiasaan atau pengalaman (man’s experience)[6], yang dalam hal ini, dikuatkan oleh Milville J. Kerskovits dalam artikelnya yang berjudul “The Reality of Culture”: “Those who would comprehend the essential nature of culture must resolve a series of seeming paradoxes, which may be stated here as follows:
- Culture is universal in man’s experience, yet each local or regional manifestasion of it is unique ………………..”[7]
Dalam konteks kebudayaan Arab yang merupakan suatu daerah di kawasan Hijaz, kebudayaan yang paling menonjol adalah sastra-sastranya[8]. Hal ini berlangsung sekian lama sebelum agama samawi terakhir turun[9] di salah satu dataran Hijaz.
Akan tetapi, walaupun islam diturunkan di
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang keadaan sastra-sastra Arab pra islam yang mencakup:
- penyebab munculnya sastra-sastra Arab yang identik dengan syair-syair dan prosa-prosanya
- Macam-macam bentuk sastra Arab
- tokoh sastra Arab pra islam
- perkembangan sastra Arab
PEMBAHASAN
Sejarah Munculnya Sastra Arab
Sastra Arab yang kebanyakan[11] berbentuk syair, belum diketahui sejak kapan munculnya budaya seperti itu. Akan tetapi, pada umumnya syair-syair jahiliyah dimulai dengan mengenang puing-puing masa lalu yang telah hancur, berbicara tentang hewan-hewan yang mereka miliki dan menggambarkan keadaan alam tempat mereka tinggal.
Sejak dahulu, mayoritas penduduk Arab telah menjadikan syair sebagai alat pemenuh kebutuhan mereka, dalam arti membacakan syair telah menjadi suatu pekerjaan yang lumrah pada waktu itu. Pernyataan ini dibuktikan dengan adanya peristiwa seorang penyair yang membacakan syair di depan Abu Sufyan yang syair itu berisi pujian-pujian terhadap Abu Sufyan. Setelah penyair tersebut membacakan syairnya, Abu Sufyan memberi imbalan atau upah beberapa dinar atau dirham.
Selain berfungsi sebagai mata pencaharian para penduduk Arab pada masa itu, karya sastra pada periode jahiliyah[12] juga menggambarkan keadaan hidup masyarakat dikala itu, dimana mereka sangat fanatik dengan kabilah atau suku mereka, sehingga syair-syair yang muncul tidak jauh dari pembanggaan terhadap kabilah masing-masing. Begitu juga dengan khutbah yang kebanyakan berfungsi sebagai pembangkit semangat berperang membela kabilahnya, namun demikian karya-karya sastra pada periode Jahiliyah juga tidak luput dari nilai-nilai positif yang dipertahankan oleh Islam seperti hikmah dan semangat juang[13].
Selain penyebab-penyebab di atas, ada juga sebab munculnya syair-syair tersebut dikarenakan ada tekanan batin atau tekanan emosional dari penyair sendiri dalam menyikapi gejala-gejala alam atau peristiwa-peristiwa dalam kehidupannya[14]. Hal ini berdasarkan dengan adanya seorang penyair yang bernama Imru’ul Qays[15]. Kebanyakan syair yang dihasilkannya berdasarkan pada ratapan hati dan kegelisahan jiwanya[16].
Hampir seluruh syair-syair dan khutbah pada masa jahiliyah diriwayatkan dari mulut ke mulut kecuali yang termasuk kedalam Al-Mu’allaqot, hal ini disebabkan masyarakat jahiliyah sangat tidak terbiasa dengan budaya tulis menulis[17]. Beberapa kosa kata yang terdapat dalam karya-karya sastra jahiliyah sulit dipahami karena sudah jarang dipakai dalam bahasa arab saat ini.
Macam-macam Bentuk Sastra Arab
Istilah genre sering digunakan bergantian dengan istilah jenis, macam, dan bentuk (type, kind, form)[18]. Istilah ini berasal dari Perancis yang merupakan pengembangan dari istilah Latin genus, yang berarti jenis, macam, atau ragam. Istilah ini mengacu pada bentuk atau jenis sastra yang mengklasifikasikan karya-karya sastra berdasarkan ciri-ciri umumnya, berupa struktur formal ataupun cara-caranya memperlakukan persoalan, atau keduanya.
Menurut A. Teeuw, Arsitoteles adalah orang pertama yang meletakkan dasar studi genre sastra[19]. Genre sastra dibagi menjadi tiga macam menurut pembicaranya. Pertama genre puitik atau lirik. Dalam genre ini narator berbicara dengan sudut pandang orang pertama. Kedua, genre epik[20] atau naratif, yang naratornya berbicara dengan suaranya sendiri tetapi memungkinkan tokoh-tokoh lain berbicara dalam suara mereka sendiri. Ketiga, genre drama. Dalam genre ini para tokohnya melakonkan kata-katanya[21].
Dari pendapat Culler di atas, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan genre puitik atau lirik adalah puisi, genre naratif adalah prosa, dan genre drama yang sudah kita kenal.
Berdasarkan term-term di atas, maka sastra Arab termasuk pada genre puisi dan prosa. Adapun genre drama, Arab baru mengenalnya pada zaman modern, yaitu sekitar abad ke 19.
Macam-macam bentuk sastra Arab tersebut adalah:
a. Natsr atau prosa
Natsr adalah ungkapan yang indah namun tidak memiliki wazan maupun qofiyah. Pada periode ini terdapat beberapa jenis natsr, diantaranya: khutbah, wasiat, hikmah dan matsal. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Khutbah: yaitu serangkaian perkataan yang jelas dan lugas yang disampaikan kepada khalayak ramai dalam rangka menjelaskan suatu perkara penting.
Sebab-sebab munculnya khutbah pada periode Jahiliyah adalah:
Ø Banyaknya perang antar kabilah.
Ø Pola hubungan yang ada pada masyarakat Jahiliyyah seperti saling mengucapkan selamat, belasungkawa dan saling memohon bantuan perang.
Ø Kesemrawutan politik yang ada kala itu.
Ø Menyebarnya buta huruf, sehingga komunikasi lisan lebih banyak digunakan daripada tulisan.
Ø Saling membanggakan nasab dan adat istiadat.
Ciri khasnya
Ø Ringkasnya kalimat.
Ø Lafaznya yang jelas.
Ø Makna yang mendalam.
Ø Sajak (berakhirnya setiap kalimat dengan huruf yang sama).
Ø Sering dipadukan dengan syair, hikmah dan matsal
Contoh khutbah :
Khutbah Hani’ Bin Qobishoh pada Pertempuran Dzi-Qorin
Kisra (Raja
يا معشر بكر , هالك معذور خير من ناج فرور, إن الحذر لا ينخي من القدر, و إن الصبر من أسباب الظفر, المنية ولا الدنية, استقبال الموت خير من استدباره, و الطعن في ثغر النحور, أكرم منه في الأعجاز و الظهور, يا أبا بكر : قاتلوا فما للمنايا من بد
“Wahai sekalian kaum Bakr, orang yang kalah secara terhormat lebih baik dari orang yang selamat kar’na lari dari
2. Wasiat: yaitu nasihat seorang yang akan meninggal dunia atau akan berpisah kepada seorang yang dicintainya dalam rangka permohonan untuk mengerjakan sesuatu.Wasiat memiliki banyak persamaan dengan khutbah hanya saja umumnya wasiat lebih ringkas.
Contoh wasiat :
Wasiat Disaat Dzul Isba’ Al-‘adwani kepada anaknya Usaid
Disaat Dzul Isba’ Al-‘adwani merasakan ajalnya ia memanggil anaknya Usaid, ia menasihati anaknya dengan beberapa nasihat demi mewujudkan kedudukan yang mulia ditengah manusia dan menjadikannya seorang yang mulia, terhormat dan dicintai oleh kaumnya. Ia berkata :
ألن جانبك لقومك يحبوك, وتواضع لهم يرفعوك, وابسط لهم وجهك يطيعوك, ولا تستأثر عليهم بشيء يسودوك,أكرم صغارهم كما تكرم كبارهم و يكبر على مودتك صغارهم, واسمح بمالك, و أعزز جارك وأعن من استعان بك, وأكرم ضيفك, وصن وجهك عن مسألة أحد شيئا, فبذلك يتم سؤددك
“Berlemah lembutlah kepada manusia maka mereka akan mencintaimu, dan bersikap rendah hatilah niscaya mereka akan mengangkat kedudukanmu, sambut mereka dengan wajah yang selalu berseri maka mereka akan mentaatimu, dan janganlah engkau bersikap kikir maka mereka akan menghormatimu. Muliakanlah anak kecil mereka sebagaimana engkau mencintai orang-orang dewasa diantara mereka, maka anak kecil tadi akan tumbuh dengan kecintaan kepadamu, mudahkanlah hartamu untuk kau berikan, hormatilah tetanggamu dan tolonglah orang yang meminta pertolongan, muliakanlah tamu dan selalulah berseri ketika menghadapi orang yang meminta-minta, maka dengan itu semua sempurnalah kharismamu.”
3. Hikmah: Yaitu kalimat yang ringkas yang menyentuh yang bersumber dari pengalaman hidup yang dalam, didalamnya terdapat ide yang lugas dan nasihat yang bermanfaat.
Contoh hikmah adalah:
مصارع الرجال تحت برو ق الطمع
“kehancuran seorang lelaki terletak dibawah kilaunya ketamakan“
4. Matsal : Yaitu kalimat singkat yang diucapkan pada keadaan atau peristiwa tertentu, digunakan untuk menyerupakan keadaan atau peristiwa tertentu dengan keadaan atau peristiwa asal dimana matsal tersebut diucapkan.
Contoh matsal adalah:
سبق السيف العذل
“Pedang telah mendahului celaan” yang bermakna “nasi sudah menjadi bubur” dimana celaan tidak akan mampu merubah kejadian yang telah terjadi.
Contoh tersebut adalah matsal dari cerita sebagai berikut:
“Seorang Arab mengutus anaknya untuk mencari untanya yang hilang, namun anaknya tak kunjung pulang, maka pergilah sang ayah untuk mencari anaknya tersebut pada bulan haram, ditengah perjalanan ia bertemu dengan seorang pemuda dan menemaninya, sang pemuda tersebut kemudian berkata: beberapa waktu lalu aku bertemu dengan seorang pemuda dengan ciri-ciri begini dan begini dan aku rampas pedang ini darinya, sang ayah pun berfikir dan melihat pedang tersebut, barulah ia sadar bahwa pemuda inilah yang membunuh anaknya, sang ayah pun menebas pemuda tadi hingga mati, ketika masyarakat mengetahui hal tersebut mereka mengatakan “ mengapa kau membunuh di bulan haram, sang ayah berkata :
سبق السيف العذل
“pedangku telah mendahului celaan kalian.“
Matsal ini kita ucapkan kepada seorang yang menyesali perkara yang telah lalu.
b. Syair
Dalam kehidupan masyarakat jahiliyah, syair memiliki kedudukan yang penting dan pengaruh yang kuat sehingga masing-masing kabilah saling berbangga dengan kemunculan seorang penyair handal dari kalangan mereka, mereka pun kerap kali mengadakan acara khusus untuk menyaksikan dan menikmati syair-syair tersebut. Syair yang dimaksud adalah ungkapan indah yang memiliki wazan maupun qofiyah. Pada masa itu juga, syair muncul karena rayuan atau rasa kerinduan kepada seorang kekasih. Contoh syair yang dimaksud adalah:
أسرب القطا هل من يعير جناحه # لعلي إلى من قد هويت أطير (بحر الطويل)
“Wahai burung bangau, siapakah diantara kalian yang sudi meminjamkan sayapnya? Agar aku dapat terbang menuju orang yang ku sayang”[22].
Jenis-jenis syair pada masa jahiliyah adalah sebagai berikut:
- Al Madh atau pujian
- Al Hija’ atau cercaan
- Al Fakhr atau membanggakan
- Al Hamaasah atau semangat yakni untuk membangkitkan semangat ketika ada suatu peristiwa semacam perang atau membangun sesuatu
- Al Ghozal atau ungkapan cinta bagi sang kekasih
- Al I’tidzar atau permohonan maaf
- Ar Ritsa’ atau belasungkawa
- Al Washf atau pemerian yaitu penjelasan perhadap sesuatu dengan sangat simbolistik dan ekspresionistik
Contoh syair adalah
تـعلم فليس المرء يولد عالما فليس أخو علم كـما هو جـاهل #
وإن كبير القوم لا علم عنده صغير إذ التفت عليه المحا فل
c. Al Mu’allaqot
Adalah qasidah panjang yang indah yang diucapkan oleh para penyair jahiliyah dalam berbagai kesempatan dan tema. Sebagian Al Mu’allaqot ini diabadikan dan ditempelkan didinding-dinding Ka’bah pada masa Jahiliyah. Dinamakan dengan Al Mu’allaqot (kalung) karena indahnya syair-syair tersebut menyerupai perhiasan yang dikalungkan oleh seorang wanita.
· امرؤ القيس بن حجر الكندي
· زهير بن أبي سلمى
· طرفة بن العبد
· عنزة بن شداد العنسي
· عمرو بن كلثوم
· الحارث بن حلزة
· لبيد بن ربيعة
Berikut adalah contoh sebuah Al Mu’allaqot:
“Perang yang begitu dahsyat berkecamuk antara kabilah ‘Abs dan kabilah Dzubyan hanya dikarenakan pacuan kuda, perang ini berlangsung hingga 40 tahun lamanya, maka dua orang pembesar dari kabilah lain yaitu Haram bin Sinan dan Al-Harits bin ‘Auf berupaya mendamaikan kedua kabilah tersebut dengan menanggung kerugian akibat perang yang dialami oleh kedua belah pihak, dan akhirnya perangpun berhenti. Hal ini memberikan kekaguman yang luar biasa bagi diri Zuhair bin Abi Sulma sehingga ia menciptakan sebuah Qosidah yang begitu indah dalam rangka memuji kedua orang tersebut. Zuhair berkata :
سئمت تكـاليـف الـحياة ومن يعش ثـمانين حولا- لا أبا لك – يسـأم
وأعـلم مـا في اليوم والأمـس قبلـه ولكنني عن علم ما في غـد عـم
ومـن هـاب أسبـاب المـنايـا ينلـنه ولـو نـال أسباب السـماء بسلــم
ومن يجعل المعروف في غير أهله يـعــد حـمـده ذمـا عــليه فيـندم
ومهما تكن عند امرئ من خـليقة ولو خالها تخفى على الناس تعلم
لأن لـسان الـمـرء مـفـتـاح قــلـبه إذا هو أبدى مـا يـقول من الـفـم
لسان الفتى نصف و نصف فؤاده ولم يبق إلا صـورة اللحـم والدم
Aku telah letih merasakan beban kehidupan
Sungguh aku letih setelah hidup delapan puluh tahun ini
Aku tahu apa yang baru saja terjadi dan kemarin hari
Namun terhadap masa depan sungguh aku buta
Barang siapa yang lari dari kematian sungguh akan menemuinya
Walau ia panjat langit dengan tangganya
Barang siapa yang memuji orang yang tak pantas dipuji
Maka esok hari pujiannya itu akan disesali
Seorang manusia tentu memiliki tabiat tertentu
Walau ia sangka tertutupi pasti orang lain akan mengetahui
Itu karena lidah seseorang adalah kunci hatinya
Lidahnyalah yang menyingkap semua rahasia
Lidah itu adalah setengah pribadi manusia dan setengahnya lagi adalah hati
Tidak ada selain itu kecuali daging dan darah sahaja”
Tokoh sastra Arab pra Islam
Dalam pembahasan kali ini, penulis akan menerangkan tentang tokoh Arab pra islam. Berhubung data tentang biografi tokoh sastra Arab pra islam yang penulis temukan sedikit, maka penulis hanya mengetengahkan tentang sedikit sejarah Imru’ul Qays.
Ia adalah امرؤ القيس بن حجر الكندي , ada pula yang menyebutnya dengan أبو وهب atau أبو الحارث. Dan ada yang mengatakan bahwa namanya adalah جندح dan ia dijuluki dengan nama غلب yang bermakna lelaki yang kuat. Ia dijuluki demikian karena kekuatannya[23].
Ia dilahirkan di
Kitab atau buku yang menceritakan biografinya cukup sedikit. Karena kitab-kitab tersebut banyak yang terdapat di daerah Timur Tengah. Adapun kitab yang telah terdapat di
Perkembangan Sastra Arab
Dalam pembahasan kali ini, penulis tidak mencantumkan kata “pra islam” karena penulis ingin mengkaji sastra Arab tak hanya pada masa pra islam, tetapi juga pasca islam. Karena islam sendiri banyak mempengaruhi
Berdasarkan pembagian genre yang telah diuraikan di atas, maka pembahasan kali ini akan menjelaskan tentang pertumbuhan masing-masing genre.
A. Pertumbuhan genre puisi
Puisi Arab atau syair memiliki arti susunan kata berdasarkan timbangan kata berupa struktur satuan bunyi dan memiliki rima yang sama (al kalam al mauzun al muqaffa)[24]. Apapun definisinya, pada dasarnya puisi selalu terbentuk dari unsur-unsur formal bunyi, diksi, majaz, repetisi, rima, nada, dan topografi.
Taufiq A. Dardiri[25] menyebutkan bahwa tradisi kesusasteraan Arab yang tertua dan terkokoh adalah tradisi puisi. Tradisi genre ini mampu membentuk sistem konvensi yang begitu kuat. Hingga sampai abad 19 pun sistem puisi Arab sulit untuk melepaskan diri dari konvensi itu. Bahkan sampai sekarang pun belum sepenuhnya mampu melepaskan diri dari salah satu aspek konvensi itu.
Konvensi puisi Arab lama yang dimaksud adalah meliputi: 'adad al bait (jumlah bait), aqsam al bait (bagian-bagian bait), al wahdah al shautiyah (kesatuan bunyi), al taf'ilah (struktur pengulangan kesatuan bunyi dalam penggalan bait), al bahr (metrum), dan al qafiyah (struktur bunyi akhir suatu bait atau rima).
Kondisi semacam ini dapat dipahami karena secara internal, sistem bahasanya sendiri mendukung. Bentuk tata bahasa Arab dalam pola konjugasinya mempunyai keteraturan yang tinggi dan struktur bahasa Arab juga mempunyai tingkat kebakuan yang tinggi pula. Dengan demikian, secara alami bahasa Arab sudah memberikan kemungkinan yang tinggi pula dalam kreatifitas pencapaian harmonitas rima dan ritma dalam berpuisi yang kokoh terkonvensi. Di samping itu, faktor psikologis adanya bahasa Arab sebagai bahasa Alquran menjadikan masyarakat Arab memandang dan memperlakukan bahasa Arab dengan sikap berbeda dengan bahasa-bahasa lain sehingga bahasa Arab dapat terjaga kebakuannya.
Seiring dengan waktu, kekuatan tradisi dan konvensi puisi Arab yang mapan juga turut mengalami dinamisasi. Dalam kurun waktu yang panjang (tahun 500-2007), tradisi, konvensi dan sistem puisi Arab telah mengalami pergeseran-pergeseran. Dari tradisi sastra lisan ke tradisi sastra tulisan. Dari yang serba ingin teratur dan terbakukan ke suatu pola kebebasan berekspresi. Dari yang berciri kebangsaan atau kewilayahan sampai ke ciri kedirian atau individual.
Di samping pergeseran tersebut, sastra Arab juga pernah mengalami masa pasang surut. Kemunduran sastra Arab selama 5 abad disebabkan banyak factor; antara lain karena unsur stilistika yang lemah, makna yang dangkal, dan rigiditas dalam penerapan al muhassinat al badiah.
Era kebangkitan ditandai dengan pengiriman duta budaya ke Eropa, yang diikuti dengan pendirian percetakan, pembangunan sekolah-sekolah, penerbitan koran dan majalah. Zainal Abidin[26] membagi perkembangan ini dalam dua fase, yaitu fase tradisional dan fase pembaharuan. Fase pertama, perkembangan puisi masih meneruskan tradisi masa Usmani. Akan tetapi, fenomena-fenomena kebangkitan sudah tampak sedikit dalam perluasan tema, cara deskripsi, dan penggunaan bahasa. Sebagai contoh puisi pada fase ini adalah puisi Ismail al-Khasyab (w.1834 M).
Sementara itu, fase kedua dimulai pada pertengahan abad ke-19. Pelopornya adalah Mahmud Samy al-Barudy dan Ahmad Syauqy dengan alirannya yang terkenal; neoklasik. Fenomena kemunculan pemikiran neoklasik sebagai gerakan Arab memiliki peranan penting dalam sejarah Arab modern. Bila neoklasik Barat berorientasi menghidupkan sastra Yunani dan Latin kuno, maka neoklasik Arab berkeinginan untuk menghidupkan keindahan puisi Abasiyah, seperti puisi Abu Nawas[27], Abu Tamam, Ar Rumy[28], al-Mutanabby, al-Ma’arry, dan al-Buhtury.
B. Pertumbuhan genre prosa
Pada awalnya, prosa dalam khazanah sastra Arab berbeda secara terminologis dengan apa yang dikenal dalam sastra modern seperti yang dikemukakan Abrams[29]. Prosa dalam sastra Arab awal lebih sesuai bila diartikan sebagai seni retorika, mulai dari bentuk tulisan formal administratif perkantoran (kitabah) hingga seni orasi (khitabah). Seni kitabah tidak seberuntung khitabah karena ia berbentuk literacy (keberaksaraan). Sementara penduduk Arab adalah masyarakat yang lebih mengutamakan kelisanan. Seni kitabah baru bisa dikatakan sebuah seni pada masa pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik, penguasa Dinasti Umayyah. Pada saat ini, Abdul Hamid al Katib menawarkan bentuk baru dalam seni tulisan, seperti ucapan selamat, terima kasih, bela sungkawa, keberatan, dan kerinduan.
Pada masa Abbasiyah, pertumbuhan prosa menunjukkan perkembangan baru. Pada awalnya memang masih berbentuk prosa ilmiah yang prosais atau seni retorika yang tertulis, seperti yang diperkenalkan oleh al Jahiz (160-255 H/771-836 M) dalam karangannya dalam ilmu botani dan hewani, etika dan kemasyarakatan. Dalam banyak literatur, al Jahiz dikenal sebagai kontributor terbesar yang menyusun ensiklopedi sastra dalam bukunya al Bayan wa al Tabyin.
Pada masa berikutnya, prosa Arab bernama al Maqamat yang diperkenalkan Badi' Zaman al Hamzany (358-398 H/969-1007 M) mulai berbentuk cerita seperti yang dipahami dalam terminologi prosa modern. Al Maqamat didefinisikan sebagai perumpamaan aktual tentang kehidupan yang dikemukakan dalam sebuah forum, berbentuk cerita pendek dengan seorang tokoh cerita. Keunggulan Al Maqamat terletak pada keindahan bahasa yang digunakan. Tidak heran bila tujuan Al Maqamat lebih berorientasi pada pertunjukkan kemampuan seseorang dalam permaianan dan keindahan bahasa sehingga ia dijadikan media untuk mendidik pemuda Arab dalam memperbaiki bahasa mereka. Sementara pesan, ide dan makna cerita tidak menjadi perkara yang dominan. Kekurangan al Jahiz disempurnakan oleh al Hariri (446-516 H/1054-1222 M) yang telah mementingkan pesan dalam Al Maqamatnya, seperti pesan-pesan keagamaan di samping juga permainan bahasa.
Prosa Arab terus menapaki penyempurnaan. Setelah muncul Al Maqamat yang berakar dari budaya asli, kini peradaban Arab Abbasiyah telah bersentuhan dengan kebudayaan lain dengan media penerjemahan. Meski kegiatan penerjemahan sudah dimulai sejak masa Daulah Umayyah, upaya besar-besaran untuk menerjemahkan manuskrip-manuskrip berbahasa asing terutama bahasa Yunani dan
C. Pertumbuhan genre drama
Sastra Arab baru mengenal genre drama pada masa modern. Mereka mengambil genre tersebut dari Barat.
Memang ada yang mengatakan bahwa khayal zil yang pernah berkembang pada masa dinasti Mamluk adalah cikal bakal genre drama itu, tetapi ternyata ada perbedaan yang cukup tajam antara keduanya. Dalam perkembangan berikutnya, seni drama di dalam sastra Arab adalah melalui empat fase:
Fase pertama disebut fase Marun Nuqas al Lubnani yang meresepsi seni drama ini dari Italia. Dalam karya dramanya berjudul al Bakhil karya Muller.
Fase kedua adalah fase Abu Khalil al Qubbani di Damaskus yang memajukan seni drama dengan menampilkan banyak sekali kriteria-kriterianya serta bercita rasa dapat dinikmati oleh awam dengan cara memilih drama-drama kerakyatan seperti alfu laylah.
Fase ketiga adalah fase Yakkub Sannu’. Pada masa pemerintahan Ismail Basha yang pada saat itu dibangun gedung pertunjukan di mana disitu ditampilkan opera “Aida” dengan menggunakan bahasa Perancis, dipentaskan pada pembukaan terusan
Fase keempat adalah fase Taufiq el Hakim, penulis drama Arab modern terbesar yang berhasil menuntaskan studi atas prinsip pokok drama di Perancis. Ia menulis lebih dari 60 judul karya drama lengkap dengan struktur dan temanya, demikian pula dialog dan penokohannya[31].
Demikianlah peta sistematis pertumbuhan dan perkembangan sastra Arab mulai dari zaman klasik sampai pada zaman modern.
PENUTUP
Dalam sebuah peradaban manusia, tak lepas dengan adanya kebudayaan yang timbul atas hasil pergolakan karya, rasa dan cipta manusia. Ia hadir dalam renaissance yang dapat memberikan aufklarung kepada manusia lainnya. Ia juga hadir sebagai pelengkap hidup dan sebagai alat pemenuh kebutuhan manusia.
Dalam tradisi Arab jahiliyyah, sastra merupakan hasil kebudayaan masyarakatnya. Banyak dari berbagai kalangan masyarakatnya menjadi penyair untuk memnuhi kebutuhan hidup mereka, terlepas apakah itu “menjilat” kepala kabilah ataupun pemuka adat.
Walaupun pada masa itu disebut dengan “jahiliyyah”[32], akan tetapi masyarakatnya telah mencapai tingkat sastra yang tinggi. Hal ini terbukti dengan adanya suatu aturan tertentu yang mengatur tentang kesusastraan mereka; matsal, khutbah dan syi’ir.
Allah SWT berfirman dalam Alqur’an:
إنا أنزنا ه قرأنا عربيا لعلكم تعقلون (يوسف: 2)
Dengan turunnya islam yang mempunyai kitab suci yang berbahasa Arab, maka keadaan ini seakan memberi spirit untuk tetap melestarikan sastra-sastra mereka yang banyak terapresiasikan dalam bentuk syi’ir; yang dalam hal ini mengesampingkan tentang ada oknum yang ingin menandingi Alqur’an dengan membuat syi’ir.
Demikianlah makalah dari penulis yang mencakup macam-macam sastra, tokoh dalam lingkup sastra Arab, dan juga perkembangan sastra Arab mulai dari zaman klasik sampai pada zaman modern. Akan tetapi, walaupun makalah ini telah selesai, ia tidak akan pernah lepas dengan kekurangan. Maka dari itu, penulis memohon kritik dan saran yang dapat memperbaiki makalah penulis.
Semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada para pembaca umumnya dan bagi penulis sendiri khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Haji Abdul Qadir Zainal, Muzakkirah fi Tarikh al Adab al Arabi Kualalumpur: DBP Kementerian Pendidikan
Abrams, MH., A Glossary of Literary Term,
Ahmad, Abi Fina ‘Izzatin, Syair-syair Cinta, Kemesraan, Kerinduan dan Kesedihan,
Atkinson, Rita L., Introduction to Psychology,
Bayat, Mojdeh dan Mohammad Ali Jamnia, Para Sufi Agung,
Dede Aditya Kaswar, (terj.) Laila Majnun: Kisah Cinta Abadi Sang Pecinta dan Kekasih,
F, Brogan T.V., (ed.), The New Princeton Handbook of Poetic Terms,
Herskovits, Melville J., “The Reality of Culture”
Jonathan Culler, Literary Theory: a Very Short Introduction,
Kamel, Omar Abdallah, Dr., Kalimatun Hadi’ah fi al Bid’ah, Kalimatun Hadi’ah fi al Ihtifal bi al Maulid, Kalimatun Hadi’ah fi al Istighatsah, Mesir: Darul Mushthofa, 2007
Shihab, M. Quraish, Dr., M.A. Wawasan Al-Quran, Mizan: Bandung, 1998, cet. ke VII
Soemardjan, Selo dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964
Syarh Diwan Imri`il Qays, Beyrouth: Dar Beyrouth, 1972
Team Penerjemah Alqur’an Departemen Agama Islam, Alqur’an dan Terjemahnya,
Teeuw, A., Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra,
Umar, HA Muin, Ilmu Pengetahuan dan Kesusasteraan dalam Islam,
Zada, Khamami, “Agama dan Tradisi Kultural: Pertarungan Islam Lokal dengan Islam Kaffah”, Tashwirul Afkar: 2007, XXIII
Zaidan, Abdul Rozak, Kamus Istilah Sastra,
Zaini, Abdullah, H., Kumpulan Qosidah Abad Ini Terpopuler, Lamongan: Combi Prima Grafika, 2003
http://ichsanmufti.multiply.com
http://muhammadwalidin.blogger.com
[1] Istilah “Sastra Jahliliyyah” ditemukan penulis dalam blog //pelukis.multiply.com yang berarti sastra Arab pra islam.
[2] Paganisme adalah aliran yang menyembah berhala-berhala أفرئيتم اللات والعزى. ومنات الثالثة الأخرى
[3] http://www.wikipedia.org.
[4] Dr. M. Quraish Shihab, M.A. Wawasan Al-Quran, (Mizan: Bandung, 1998), cet. ke VII, hlm. 332
[5] Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964) cet ke I, hlm. 114
[6] Ibid, hlm. 115
[7] Melville J. Herskovits, “The Reality of Culture” dimuat dalam Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi ............................ hlm. 126
[8] http://pelukis.multiply.com
[9] Baca suart Al Maidah ayat 3 yang berbunyi:
أليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا (المائدة: 3)
Artinya: “Pada hari ini telah Ku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Ku ridlai islam itu menjadi agama bagimu” (Team Penerjemah Alqur’an Departemen Agama Islam: 1989, 157)
[10] Hal ini sangat bertolak belakang dengan apa yang telah dilakukan oleh suatu kelompok yang menyebut dirinya sebagai golongan islam “kaffah”. Istilah “kaffah” ini mereka dapatkan pada ayat Alqur’an yang berbunyi أدخلوا فى السلم كافة (البقرة: 208) (Khamami Zada, Tashwirul Afkar: 2007, 7). Mereka yang berpedoman pada شر المأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة (رواه مسلم) yang artinya: “Seburuk-bruruknya perkara adalah yang baru dan semua perkara yang baru adalah bid’ah, semua bid’ah adalah sesat” (Dr. Omar Abdallah Kamel: 2007, 9). Mereka yang mengatasnamakan dirinya sebagai “pembawa kemurnian islam”, menolak keras paham rekonstruksi turots.
[11] Penulis menyebutkan kata “kebanyakan” karena ada bentuk sastra Arab lainnya selain syair, terdapat bentuk lain; seperti natsr yang mencakup wasiat, hikmah, khutbah dan matsal. (http://pelukis.multiply.com)
[12] Periode jahiliyyah bermakna periode dimana islam belum turun sebagai agama samawi yang terakhir.
[13] http://pelukis.multiply.com
[14] Pada masa sekarang pun, gejala ini masih tersisa pada generasi muda kita. mereka tiba-tiba menjadi seorang penyair yang sangat ahli ketika hatinya mengalami kegundahan yang sangat.(Rita L. Atkinson: 1983, 136)
[15] Ia adalah Imru’ul Qays ibn Hijr Al Kindy yang wafat pada tahun 565 M. (Syarh Diwan Imri`il Qays: 1972, 2)
[16] Hal ini berdasarkan salah satu syair Imru’ul Qays yang berbunyi:
قفا نبك من ذكرى حبيب وعرفان # ورسم عفت أياته منذ أزمان
[17] Lihat Mashadir As Syi’ar Al Jahily Wa Qimatiha At Tarikhiyyah, hlm. 24-432. mengenai hal ini, buku tersebut menguraikannya secara rinci.
[18] Brogan T.V.F, (ed.), The New Princeton Handbook of Poetic Terms, (New Jersey: Princeton University Press, 1994), hlm. 99
[19] A. Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1988), hlm. 108
[20] Salah satu epik dari Jazirah Arab yang paling terkenal adalah epik “Laila Majnun”. Majnun yang dihubungkan dengan tokoh yang benar-benar pernah ada, Qays ibn Al Mulawwah, yang hidup pada paruh kedua abad ketujuh masehi di
[21] Jonathan Culler, Literary Theory: a Very Short Introduction, (Oxford: Oxford University Press, 1977), hlm. 74
[22] Abi Fina ‘Izzatin Ahmad, Syair-syair Cinta, Kemesraan, Kerinduan dan Kesedihan, (
[23] Dalam kitab ini, tidak dijelaskan tentang kekuatan apa yang mendasari orang-orang menyebutnya demikian. Apakah karena kekuatan hafalannya, ataukah karena kekuatannya yang lain.
[24] Abdul Rozak Zaidan, Kamus Istilah Sastra, (Jakarta: PPPB Depdikbud, 1991), hlm. 105
[25] HA Muin Umar, Ilmu Pengetahuan dan Kesusasteraan dalam Islam, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1992), hlm. 70-71
[26] Haji Abdul Qadir Zainal Abidin, Muzakkirah fi Tarikh al Adab al Arabi (Kualalumpur: DBP Kementerian Pendidikan Malaysia, 1987), hlm. 176
[27] Nama aslinya adalah Hasan bin Hanik bin Jarroh bin Abdullah bin Hammad bin Aflah bin Zaid bin Hanab bin Dada bin Ghonam bin Sulaiman bin Hakam bin Saad Al Asyira bin Malik. Ia dijuluki Abu Nawas karena kuncir yang ada di kepalanya selalu bergerak-gerak. (H. Abdullah Zaini: 2003, 53). Ia juga menciptakan qasidah yang sangat terkenal yang masih diamalkan sampai sekarang. Qasidah itu adalah:
إلهي لست للفردوس أهلا # ولا أقوى على نار الجحيم إلهي عبدك العاصي أتاك # مقرا بالذنوب وقد دعاك
فهب لي توبة واغفر ذنوبي # فإنك غافر الذنب العظيم فإن تغفر فأنت لذاك أهل # فإن تطرد فمن يرجو سواك
ذنوبي مثل أعداد الرمال # فهب لي توبة يا ذا الجلال
وعمري ناقص في كل يوم # وذنبي زائد كيف احتمال
[28] “Maulana” Jalaluddin Ar Rumy adalah salah satu tokoh sufi terkenal. Salah satu tarekat ajarannya adalah tarian “Darwis”, dimana seseorang menari berputar pada sumbunya. Tarian ini merefleksikan terpusatnya pikiran seseorang kepada Sang Khaliq. Beliau lahir pada 30 September 1207 M. Beliau adalah murid dari Syamsuddin At Tibrizi, seorang sufi agung dari
[29] MH. Abrams, A Glossary of Literary Term, (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1981), hlm. 148
[30] http://muhammadwalidin.blogger.com
[31] http://ichsanmufti.multiply.com
[32] “Jahiliyyah” dalam bahasa Arab berarti bodoh atau kebodohan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Don't forget to leave a few of comments